February 13, 2008
indonesia vertion
kira-kira kenapa ya makin ke sini, makin sedikit belia yang bisa berbahasa sunda apalagi tahu cerita asli urang sunda???
karena saya memberi opini tentang kesundaan di kalangan belia, tentu saja saya juga harus memakai bahasa sunda.
ini bukanlah kritik pedas untuk oarang sunda atau pun menjelek-jelekkan orang sunda, tidak ada maksud untuk itu sama sekali. karena saya sendiri juga asli orang sunda. saya menulis tulisan ini hanya untuk menyadarkan kepada orang sunda bahwa inilah kenyataan yang kini dihadapi masyarakat sunda dewasa ini.
kumargi sim kuring masihan komentar ngeunaan kasundaan, tangtos sim kuring oge kedah ngangge bahasa sunda, nu urang tea nu saha deui?
menurut analisa saya tentang hal ini, mungkin disebabkan oleh adanya
: 1. proses globalisasi
globalisasi ini seharusnya tidak melunturkan kecintaan kita sebagai tunas muda yang harus turut serta dalam melestarikan budaya bangsa, salah satunya sunda tea. globalisasi yang berlebih dan tanpa proses filtrasi terlebih dahulu sehingga dapat membuat kita lebih tertarik pada hal baru yang masuk, padahal tidak tahu apa-apa, hanya mengikuti tern terbaru saja, supaya tidak ketinggalan zaman.
2. media
kurangnya media yang mendukung kesundaan jawa barat, seperti buku-buku dan banyak lainnya yang sudah hampir punah di telan masa. sebenarnya banyak kisah terutama legenda sunda yang terkenal ke seluruh penjuru cakrawala indonesia, bahkan manca negara, namun orang sundanya sendiri tidak mengetahui kisah itu, terutama kalangan remaja. mungkin karena media yang kurang memadai, sebenarnya banyak juga buku-buku cerita sunda, hanya saja belia sendiri yang suka malas membaca buku berbahasa sunda. sunda tidak sulit dimengerti untuk kita kaum belia, kalau kita ada kemauan. radio, televisi, majalah, surat kabar adalah media yang juga menyediakan dalam bahasa sunda. banyak yang benar-benar menggunakan bahasa sunda yang baik dan benar dan yang dibahasnya pun tidak menyimpang dan tidak teracuni oleh hal yang bisa menyusup untuk membelokkan budaya asli sunda, lagi-lagi hanya saja belia banyak yang tidak tahu dikarenakan tidak membaca dan tidak mau peduli dengan kebudayaan sunda. belia lebih banyak dan lebih suka membaca bacaan dari luar dibanding sunda sendiri. bagaimana mau membaca karya sastra lama sunda atau sekedar membuat puisi dalam bahasa sunda jika melihat buku berbahasa sunda saja sudah disingkirkan, padahal siapa tahu saja kan buku itu mengandung humor ringan yang dapat dimengerti dengan mudah??? maka dari itu don't jujtch a book by its cover. masukannya untuk para media yang berkaitan dengan sunda, tolong dikemasnya lebih menarik lagi karena supaya kalangan remaja tertarik untuk mengambilnya sebagai referensi apapun, baik itu untuk segi pendidikan atau hanya sekedar humor biasa. selamat untuk belia yang sudah bisa melestarikan budaya sunda walaupun hanya memakai bahasa sunda dengan kata-kata yang seharusnya tidak begitu (undak usuk basanya kurang tepat). dan terima kasih untuk media yang menyediakan dalam bahasa sunda, teruskan perjuangannya saya akan tetap membacanya, walaupun tidak saya perdalam.
3. orang sunda memang adatnya begitu.
maksudnya orang sunda asli seolah tidak peduli dengan kesundaannya, biasanya orang sunda seringkali malu untuk menggunakan bahasa sunda di khalayak umum, padahal pd saja, bahkan mungkin orang akan bangga dengan bahasa sunda yang kita gunakan di tempat publik. jangan pernah malu dan takut dilecehkan karena bahasa sunda. harus bangga dengan sunda yang kita miliki, orang lain juga akan kagum mungkin dengan kesundaan kita yang begitu baik. berbeda dengan orang jawa, coba lihat kalau kita berada di angkot atau melihat tetannga kita yang orang jawa. contohnya, kalau orang jawa itu bertemu dengan sesama orang jawa, mereka tidak pernah malu sedikitpun karena mereka memakai bahasa ibu mereka, bahkan mereka bangga dengan kejawaannya. coba bandingkan dengan orang sunda yang ada di angkot, padahal di sana banyak orang sunda, tapi kalau berbincang mereka menggunakan bahsa indonesia dengan intonasi sok gaya tapi mereka tetap mencampurnya dengan bahasa sunda, jadi baik bahasa sunda atau pun indonesia yang mereka gunakan keduanya tidak ada yang sebaik-baiknya, tetap saja bahasa ondonesianya hancur, sundanya apalagi. hal itu hanya terjadi karena takut akan anggapan orang yang akan beranggapan bahwa memakai bahasa dareah adalah kampungan. saya fikir, bahkan orang sunda yang seperti itulah yang kampungan, karena mereka ingin menunjukan bahwa mereka orang sunda yang lancar berbahasa indonesia tapi pada kenyataanya mereka malah merusak kedua-duanya. contoh lainnya adalah, jika orang sunda berpapasan dengan orang yang bermaksud tumpang tanya, orang itu bertanya dengan bahasa sunda karena dia tahu bahwa ini di bandung misalnya, jadi otomatis dia akan mencoba bertanya sesuai dengan tempatt yaitu berbahasa sunda, tapi kemudian orang sunda itu menjawab dengan bahasa indonesia karena tidak mau dikira sebagai orang sunda yang tidak bisa berbahasa indonesia. tapi di kejadian lain orang sunda yang lain juga ditanya oleh orang luar bandung misalnya dengan bahasa indonesia karena dia tidak bisa berbahasa sunda (bukan tidak mau berbahasa sunda, tapi sama sekali tidak bisa), tapi tiba-tiba orang sunda itu menjawab karena ingin diakui oleh orang lain tentang status kesundaannya menjawablah ia dengan bahasa sunda yang tidak dimengerti, entah karena memang benar bahasa sundanya atau karena salah sehingga tidak bisa dimengerti. termasuk manakah kaum belia diantara contoh itu tadi, atau bahkan mungkin termasuk kedua-duanya? konsistenlah kita dalam mengambil keputusan, ambil mana yang terbaik yang kita mampu untuk menjalaninya, jangan sampai kita kalah dengan rasa gengsi yang dimiliki, itu tidaklah penting dan memnjadu hal yang sangat memalukan jika orang sunda yang tadi itu bertemu dengan pakar oarang sunda.
4. organisasi kesenian dan kebidayaan sunda.
banyak sekali